Yahhh,,,, walaupun cerpen ini nggak cukup bagus apalagi menarik maklum saya bukanlah seorang penulis hanya seseorang yang ingin berbagi imanjinasi.
jadi here it is my short story.....
Hope you lke it :)
BINAR UTOPSI
Langit biru
tampaknya semakin memudar diiringi oleh sang Matahari yang kembali
keperaduannya di ufuk barat memberi semburat jingga pada langit sore menjelang
malam itu. Tak disangkali bahwa pemandangan inilah, pemandangan yang selalu
ditunggu – tunggu oleh beberapa orang untuk disaksikan. Termasuk pasangan muda
– mudi itu, yang sedang memandangi sang surya yang sebentar lagi terlelap.
Sang gadis masih saja enggan melepaskan
tatapan kagumnya kepada langit jingga itu. Namun berbeda dengan sang pria, ia
tampaknya lebih tertarik memandangi wajah sang gadis.
Gadis itu tersadar dan memandangi wajah pria itu. “Kenapa kau
memandangiku seperti itu, Ray ?”. Laki –
laki yang dipanggil Ray itu hanya menampilkan senyum menawannya dibalik alis
tebal, rambut cokelat legam, mata hitam kelam dengan wajah yang begitu tampan.
Laki – laki itu berlahan mengusap kepala gadis itu dan
memeluk gadis itu. “Karena aku mencintaimu, Hannah,” lelaki itu memeluk sang
gadis lebih dalam lagi menghapuskan jarak di antara mereka.
Sedang gadis yang bernama Hannah
hanya bisa tersenyum dan mengeratkan pelukannya.”Aku Juga,”ucap gadis itu.
“Huh . . . huh. . . huh . . .,” terdengar deru napas seorang
gadis yang mirip dengan sosok gadis itu.”Mimpi itu lagi. Siapa lelaki itu ?
kenapa aku bisa memimpikan diriku bersamanya sedangkan melihat lelaki itu saja
aku tidak pernah. Oh dear tampaknya
aku mulai gila,”Gumam gadis itu sambil pelan – pelan mengerjap ringan.
Gadis dengan rambut hitam tapi anehnya bermata biru itu
bernama Hannah. Gadis yang hanya tinggal seorang diri di sebuah flat di New
York. Ia sekarang bekerja sebagai editor di salah satu perusahaan penerbitan di
New York. Dan karena pekerjaannya itulah, membuat dirinya baru tertidur ketika matahari telah terbangun.
Sungguh mengenaskan. Dan salah satu malam mengenaskan itu adalah malam yan baru
dilaluinya. Ditambah lagi mimpi anehnya bertemu dengan seorang pria yang
mengaku mencintainya dan dengan bodohnya ia juga mengaku mencintai lelaki itu. Mimpi
yang sama sejak sebulan yang lalu, tepatnya.
Hannah pun dengan malas – malasan menggulingkan dirinya dari
ranjang lalu berdiri kemudian munuju kamar mandi. “oh dear . . . lama – lama aku bisa gila karena mimpi itu,” kata
Hannah. “Mungkin kepalaku pernah cidera dan aku lupa ingatan. Dan lelaki itu
salah satu yang ku lupakan.” Hannah kembali berpikir hipotesis apa yang cocok
dengan mimpinya. Lalu Hannah kembali menggeleng dan bergumam,”Tidak, tidak. Ku
rasa semua ingatanku sempurna dan aku sama sekali tidak pernah cidera pada
kepala atau sejenis. Tapi apa ?” Hannah kembali memukul – mukul kepalanya
karena hipotesisnya kembali salah.
Hari ini adalah salah satu haru favorit Hannah, hari sabtu.
Hari libur tanpa pekerjaan dan tanpa deadline yang terus saja menghantuinya.
“Well, mungkin aku lebih baik menikmati weekendku tanpa pemikiran yang aneh –
aneh tentang mimpi itu. Dan mari kita berbelanja di hari libur ini . . . . “
Gumaman Hannah tiba – tiba dihentikan dengan bunyi bel di depan flatnya.
Hannah pun segera melangkah menuju ruang tamunya untuk
melihat siapa yang bertamu di pagi – pagi buta, apalagi ini hari Sabtu. Dan karena
ia hanya seorang diri tinggal di flat ini, jadi mau tidak mau ia yang harus
melihat siapa yang bertamu.
Hannah berjalan mendekati sebuah pintu berwarna cokelat dan
menarik ganggang yang berwarna emas itu. Pintu di hadapan Hannah berdecit kecil
dan menampilkan sosok di hadapannya. Seorang pria dalam bulatan blue t-shirt
dipadukan dengan blue jeans. Hannah tiba – tiba saja membeku di tempatnya
berdiri dan merasa suhu di sekelilingnya beruba drastis menjadi lebih dingin.
Anehnya Ia malah berkeringat.
Hannah memandangi wajah pria itu, wajah tampan, alis yang lebat,
rambut cokelat legam,dengan mata hitam kelam. Hannah terperanjat dan tak sadar
ia bergumam,”Ray.”
Pria itu tersenyum tipis mendengar apa yang diucapkan gadis
cantik di hadapannya. “Alexander. Alexander Raynold tetangga barumu,” pria itu
kembali tersenyum dan mengulurkan tangan tanda perkenalan.
“Ray,” gumam Hannah lebih keras sehingga dapat terdengar
jelas oleh sang pria yang berada dihadapannya.
Pria itu menatap wajah Hannah.”Itu nama panggilanku,” kata
Ray lalu menjabat tangan Hannah.
-Selesai-
Tinggalkan jejak ya ..... komen atau saran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar