PENGARUH PEMANASAN GLOBAL
TERHADAP LINGKUNGAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kami panjatkan
ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan hidayah-Nya, sehingga karya
tulis mengenai “Pengaruh Pemanasan
Global Terhadap Lingkungan” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami
juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai
data dan fakta pada karya tulis ini.
Kami menyadari banyak hambatan dan
kesulitan dalam menyelesaikan karya tulis ini. Dimulai dari tahap persiapan,
pencarian materi, dan penyusunan, sampai pada tahap penyelesaian.
Selain itu, kami pun menyadari bahwa
tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya tulis ini tentu jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, kami menerima semua kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk perbaikan karya tulis ini.
Palopo,
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
.......................................................................................
Halaman Pengesahan
.............................................................................
Kata Pengantar........................................................................................
Daftar Isi
..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..............................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................
D. Manfaat Penulisan.........................................................................
E. Metode Penulisan..........................................................................
F. Sistematika Penulisan....................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemanasan Global....................................................... .
B. Penyebab Pemanasan Global.........................................................
C. Pengertian Lingkungan..................................................................
D. Mengukur Pemanasan
Global.......................................................
E. Model
Iklim...................................................................................
F. Dampak Pemanasan Global...........................................................
G. Perdebatan Tentang Pemanasan Global........................................
H. Pengendalian Pemanasan Global...................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................
B. Saran..............................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Karya tulis “Pengaruh Pemanasan Global Terhadap
Lingkungan” adalah makalah yang dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar bahaya yang mengancam akibat pemanasan global. Dampak dari
pemanasan global ini tidak terlepas dari campur tangan manusia. Isu pemanasan
global ini telah merebak di kalangan masyarakat sejak kurang lebih 50 tahun
yang lalu. Para ilmuwan bahkan berargumentasi bahwa apabila kondisi ini terus
berlangsung, maka dapat diprediksi beberapa puluh tahun lagi kita tidak akan
mengenal planet bumi sama dengan planet yang kita huni sekarang.
Pemanasan global atau global warming adalah peristiwa
meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.
Ternyata peningkatan kadar CO2 dalam udaralah yang menyebabkan
terjadinya pemanasan global. Hal ini diklaim sudah terjadi sejak revolusi
industri merebak di Inggris pada abad 18, diawali oleh penemuan mesin uap oleh
James Watt. Pada waktu itu pembakaran batu bara sebagai sumber energi mesin uap
ternyata juga melepaskan gas CO2 yang sangat banyak ke udara. Bahkan
sampai saat ini peningkatan kadar CO2 di udara bebas semakin
meningkat. Belum lagi kejadian kebakaran hutan yang akhir – akhir ini marak
terjadi hampir di seluruh dunia.
Selain itu, meningkatnya suhu global diperkirakan akan
menyebabkan berbagi perubahan seperti
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrim, perubahan jumlah dan pola presipitas, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan yang terlihat di setiap tempat di dunia. Di Indonesia
sendiri, dampak dari
pemanasan global ini dapat dirasakan oleh masyarakat secara nyata seperti
terjadinya bencana banjir di berbagai daerah, kebakaran hutan, merebaknya wabah
penyakit menular dan musim yang tidak menentu. Untuk itu manusia didorong untuk
memiliki perhatian terhadap hubungan antara meningkatnya bencana alam dan
pemanasan global.
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, mendorong
penulis untuk membuat karya tulis berjudul “Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Lingkungan”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian singkat pada
latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat
penulis rumuskan dan akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1.
Apakah yang
dimaksud dengan pemanasan global ?
2.
Apakah penyebab
dari pemanasan global yang terjadi di permukaan bumi ini ?
3.
Apakah
pengertian dari lingkungan ?
4.
Bagaimana
pengaruh atau dampak pemanasan global terhadap lingkungan ?
5.
Bagaimana cara
mengendalikan pemanasan global?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dilakukannya penulisan adalah :
1.
Mengetahui
pengertian pemanasan global.
2.
Mengetahui hal –
hal yang menyebabkan terjadinya pemanasan global yang terjadi di permukaan
bumi.
3.
Mengetahui
pengertian dari lingkungan.
4.
Mengetahui
pengaruh atau dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan.
5.
Mengetahui cara
- cara mengendalikan atau mengatasi pemanasan global yang terjadi di permukaan
bumi ini.
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan ini dapat dikemukakan sebagai berikut
:
1.
Untuk menambah
pengetahuan kita mengenai pemanasan global.
2.
Agar kita dapat
mengetahui faktor penyebab terjadinya pemanasan global.
3.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
pentingnya lingkungan bagi kelangsungan hidup manusia.
4.
Masyarakat menyadari bahwa asap dari kendaraan
berbahan bakar memberikan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam dan dapat
menimbulkan polusi udara yang memicu meningkatnya pemanasan global.
5.
Pemerintah atau masyarakat lebih menggalakan pembuatan
areal hijau di sepanjang jalan kota, untuk mengurangi pengaruh pemanasan global.
E. Metode Penulisan
Penulisan ini bersifat deskriptif yang bertujuan
untuk menggambarkan suatu fenomena secara tepat terhadap sifat-sifat tertentu
suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau menentukan
frekuensi hubungan tertentu antara gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian
ini juga dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan meneliti berbagai pendapat
yang berkaitan objek yang diteliti oleh penulis.
F. Sistematika
Penulisan
Halaman Judul
Lembar
Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Manfaat
Penulisan
E.
Metode Penulisan
F.
Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemanasan
Global
B.
Penyebab
Pemanasan Global
C.
Pengertian
Lingkungan
D.
Mengukur
Pemanasan Global
E.
Model Iklim
F.
Dampak Pemanasan
Global
G.
Perdebatan
Tentang Pemanasan Global
H.
Pengendalian
Pemanasan Global
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar Pustaka
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) adalah suatu proses
meningkatnya suhu rata – rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata -rata
global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental
Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek
rumah kaca. Kesimpulan dasar
ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan
yang dikemukakan IPCC tersebut.
Pemanasan global atau global warming merupakan salah
satu permasalahan lingkungan terbesar yang mengancam kehidupan planet Bumi.
Data - data yang ada memang menunjukkan planet Bumi terus mengalami peningkatan
suhu yang mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Selain cuaca dilingkungan yang
makin panas, juga menyadari makin banyak bencana alam dan fenomena alam yang
cenderung tidak terkendali.
Model
iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global
akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun
1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan
skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa
mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada
periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus
berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca
telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas
kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan
menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan
pola presipitasi. Akibat-akibat
pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan
adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa
depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia
mengenai apa, jika ada tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau
membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi -konsekuensi
yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara – negara di dunia telah
menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah ada pengurangan emisi
gas – gas rumah kaca.
B. Penyebab Pemanasan Global
1. Efek Rumah
Kaca
Segala sumber energi
yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut
berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah
kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas
ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini
terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan Bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana
gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas - gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap
di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan
oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena
tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar
15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh
adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya
akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air
sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 sendiri. Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena
udara menjadi menghangat. Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan
karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan
akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut
akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau
pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan
ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model
iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak
antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga
500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat).
Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan
dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam
semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di
dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan
melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi
Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es
yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya
CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap
pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang
juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon
juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya
tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang
rendah.
3. Variasi
Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan
bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah
diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi
kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek
pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun
1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung
berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga
tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang
menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari
mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global
selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott
dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini
membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan
dengan pengaruh Matahari. Mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian,
mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim
terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi
pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan
dari Amerika
Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak
menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada
seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil
sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir.
Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah
penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara
pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi
dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
C. Pengertian Lingkungan
Kehidupan manusia
tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan
sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan, kita makan, minum,
menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, flora, dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di
dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa
seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi. Sedangkan
komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan,
manusia, dan mikro-organisme
(virus dan bakteri).
Lingkungan, di Indonesia sering
juga disebut “lingkungan hidup”.
Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pengertian lingkungan hidup
bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk
hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling
mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya.
Pada suatu lingkungan terdapat
dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem yakni
komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan hidup
mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan,
jamur, dan benda hidup lainnya. Sedangkan komponen abiotik adalah benda-benda
mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan
yakni mencakup tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebagainya.
Pengertian lingkungan hidup yang
lebih mendalam menurut UU No. 23 tahun 2007 adalah kesatuan ruang dengan semua
benda atau kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada manusia dan segala
tingkah lakunya demi melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
maupun mahkluk hidup lainnya yang ada di sekitarnya. Unsur – unsur lingkungan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1.
Unsur Hayati (Biotik)
Biotik adalah komponen lingkungan yang
terdiri atas makhluk
hidup. Pada pokoknya
makhluk hidup dapat digolngkan berdasarkan jenis-jenis tertentu, misalnya
golongan manusia, hewan, dan tumbuhan. Makhluk hidup berdasarkan ukurannya
digolongkan menjadi mikroorganisme dan makroorganisme. Manusia merupakan faktor
biotik yang mempunyai pengaruh terkuat di bumi ini,
baik dalam pengaruh memusnahkan dan melipatkan, atau mempercepat penyebaran
hewan dan tumbuhan. Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
·
Produsen
adalah makhluk hidup yang mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organik
(organisme autotrof). Proses tersebut hanya bisa
dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan cara fotosintesis. Contoh produsen adalah alga, lumut, dan tumbuhan hijau.
·
Konsumer
adalah organisme heterotrof yang tidak bisa membuat makanannya
sendiri dan tergantung kepada organisme lain, baik yang bersifat heterotrof maupun yang autotrof. Konsumer biasanya merupakan hewan.
Hewan yang memakan tumbuhan secara langsung (herbivora) dinamakan konsumer primer. Hewan yang memakan konsumer primer
dinamakan konsumer II dan seterusnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan. Konsumer terakhir disebut konsumer
puncak. Contoh konsumer puncak adalah manusia.
·
Dekomposer
adalah organisme yang menguraikan bahan organik menjadi anorganik untuk
kemudian digunakan oleh produsen. Dekomposer dapat disebut juga sebagai
organisme detritivor atau pemakan bangkai. Contoh
organisme dekomposer adalah bakteri pembusuk dan jamur
Setiap makhluk hidup hanya dapat hidup
dan berkembang biak pada lingkungan yang cocok, yang disebut habitat. Di dalam
ekosistem, setiap organisme mempunya fungsi dan tugas tertentu. Hal ini dikenal
dengan nisia. Oleh karena itu, komponen biotik ekosistem dapat dikelompokkan
berdasarkan nisia tadi.Secara garis besar ada empat nisia.
2.
Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial
dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan
keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai
dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3.
Unsur Fisik (Abiotik)
Abiotik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk
menyebut sesuatu yang tidak hidup (benda-benda mati).
Komponen abiotik merupakan komponen
penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-benda tak hidup.
Secara terperinci, komponen abiotik merupakan keadaan fisik
dan kimia di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk menunjang berlangsungnya kehidupan organisme
tersebut. Beberapa contoh komponen abiotik adalah air, udara, cahaya matahari, tanah, topografi, dan iklim.
D. Mengukur Pemanasan Global
Pada awal 1896, para ilmuwan
beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer
dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika
para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak Gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan
terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu,
komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah
kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga
bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi
mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi
dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu
bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan
suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak
memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini
hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan
sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh
bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan
jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya
(terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran
yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup
lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan
menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad
ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi
setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan
1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya
tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global
telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel
setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu
rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa
meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100,
iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah
dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama
seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.
Jika emisi gas rumah kaca terus
meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat
meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa
sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis.
Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali
sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko
populasi yang sangat besar.
E. Model Iklim
Para ilmuwan telah mempelajari
pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip
dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan
beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model
-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada
iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap
konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan
memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan
pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga
6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan
iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan
hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas
manusia.
Model
iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu
global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi
semua aspek dari iklim. Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa
pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses
alami atau aktivitas manusia. Akan tetapi, mereka menunjukkan bahwa pemanasan
sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian
besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa depan, dilakukan
berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus
terhadap Skenario Emisi IPCC (Special Report on Emissions Scenarios / SRES). Yang jarang dilakukan, model
menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon yang biasanya menghasilkan umpan
balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2
SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2).
Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.
Pengaruh
awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap
model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan
dalam menyelesaikan masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi - diskusi yang
masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek
umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.
F. Dampak Pemanasan Global
Para ilmuwan menggunakan model
komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari
pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat
beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar, dan kesehatan manusia.
1.
Iklim
Mulai Tidak Stabil
Para ilmuwan memperkirakan bahwa
selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada
musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih
lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum
begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air
yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap
dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari
sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang
berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari
penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang
terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
2.
Peningkatan
Permukaan Laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air
di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 -
10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan
menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi
lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk
melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat
melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka
laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk,
tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka
laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
3.
Suhu
Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal
ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari
lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack
(kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan
mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat
mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4.
Gangguan
Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk
hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan
telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan
tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies
yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu
secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5.
Kesehatan
Manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa
lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas.
Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang
diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin
meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin
bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana
mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria, persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika
temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar
seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning,
dan encephalitis.
Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat
akan memperbanyak polutan, spora mold,
dan serbuk sari.
6.
Hilangnya
Terumbu Karang
Sebuah laporan tentang terumbu karang dari WWF mengatakan
bahwa dalam skenario terburuk, populasi karang akan runtuh pada tahun 2100
karena suhu dan keasaman laut meningkat. “Pemutihan” karang akibat kenaikan
suhu laut yang terus-menerus sangat berbahaya bagi ekosistem laut, dan banyak
spesies lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang untuk kelangsungan
hidup mereka. “Meskipun luasnya lautan 71
persen dari permukaan bumi dengan kedalaman rata-rata hampir 4 km , ada
indikasi bahwa hal ini mendekati titik kritis. Bagi terumbu karang,
pemanasan dan pengasaman air mengancam hilangnya ekosistem global.
G. Perdebatan Tentang Pemanasan Global
Tidak semua ilmuwan setuju tentang
keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan
apakah suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah
terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi
tentang keadaan pada masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah
bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global
dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga
menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di
beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan
pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan
antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi
pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada
pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada
tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh
dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak
memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global
yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan
abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan
partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar Matahari
kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini,
sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara
menjadi lebih bersih.
Keadaan pemanasan global sejak 1900
yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara
besar oleh lautan. Para ilmuwan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak
memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, NOAA (U.S.
National Oceanic and Atmospheric Administration) memberikan hasil
analisis baru tentang suhu air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia
selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan
pemanasan, suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius
(0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit
perubahan tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan.
Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi
model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan
pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan
Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences
untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat
diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari
prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.
H.
Pengendalian Pemanasan Global
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen
per tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini
tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan yang
ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah
untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.
Pengendalian
terhadap pemanasan global dapat dilakukan dengan cara :
1.
Strategi
Internasional
Atmosfer dunia merupakan suatu
kesatuan yang tunggal, oleh karena dampaknya dari pemanasan global (jika ini
terjadi) akan dirasakan oleh setiap orang, baik oleh mereka yang menyebabkannya
maupun yang tidak. Oleh karena itu, semua negara yang menjalankan strategi
pembangunannya harus melihat baik secara nasional maupun secara global. Jangan
sampai suatu proses justru menyebabkan mereka sendiri menjadi korban utamanya.
2. Tanggung Jawab Global
Keadaan
global yang saling tergantung merupakan suatu kenyataan, namun sering tidak
dihargai. Sudah saatnya semua negara sadar untuk memikul tanggung jawab bersama
melalui tindakan yang terkoordinasi dan saling berkaitan untuk kesejahteraan
bersama. Semua negara bertanggung jawab untuk melakukan usaha global melawan
pemanasan global. Untuk itu perlu memikirkan bersama dalam menetapkan strategi
pembangunan global yang berkelanjutan.
3. Meningkatkan
Partisipasi Negara – Negara di Dunia
Untuk mengatasi
ancaman pemanasan global membutuhkan partisipasi dari semua negara – negara di
dunia. Tetapi banyak negara yang belum memilki kesadaran tentang pentingnya
mengantisipasi ancaman dari pemanasan global. Hal ini disebabkan beberapa
alasan, antara lain : tidak cukupnya informasi, tidak cukupnya komunikasi,
terbatasnya sumber daya manusia, kesulitan – kesulitan institusi dan
terbatasnya sumberdaya keuangan.
4.
Dukungan Untuk Penelitian
Penelitian
mengenai hal – hal yang berkaitan dengan pemanasan global sangat diperlukan
dalam membuat ramalan – ramalan yang lebih seksama akan kemungkinan terjadinya
perubahan di masing – masing negara. Oleh karena itu, negara – negara yang
mampu selayaknya membantu negara berkembang dari segi finansialnya, disamping
membantu dalam hal ilmu pengetahuan.
5. Pembangunan yang Ramah Lingkungan
Negara
– negara di dunia sudah saatnya melaksanakan pembangunan yang bersifat ramah
lingkungan. Pembangunan ramah lingkungan mempunyai makna bahwa pembangunan yang
dilakukan tidak boleh menyakiti lingkungan hidup baik fisik maupun sosial
budaya dan harus ramah terhadap peranan ekologinya.
6. Rehabilitas Hutan dan Lahan Kritis
Rehabilitas
hutan dan lahan kritis harus dilakukan karena jika hutan rusak dan lahan
menjadi kritis maka kandungan karbon menurun. Fenomena ini dapat dijadikan
potensi untuk dilakukan perdagangan kabon.
Sebuah contoh sederhana dari perdagangan karbon, misalnya hutan hujan
tropik di Asia mengandung 135 – 250 ton C/ha.
7.
Persetujuan Internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan
pengurangan gas-gas rumah kaca. Pada tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah
kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang
mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang
dikenal dengan Protokol
Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum
diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang
persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong
emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini
harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan
pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen
di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang
lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara
lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen
dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden
Amerika Serikat yang
baru terpilih, George W.
Bush mengumumkan
bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang
sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara
berkembang tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini.
Protokol Kyoto tidak berpengaruh apa-apabila negara-negara industri yang
bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun
1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun
2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini,
memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto
terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan
sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara
berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari
emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang
sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri
minyak, industri batubara, dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya
tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya
ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300
milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung
Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar
dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk
penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri
yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan
lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam
polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti
sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga
pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal
untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan
dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan
isu -isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang
wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.
Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang
sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak
digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan
karbon. Sebagai
contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat
membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih
rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini
diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah
kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih
dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual
kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni
Eropa.
8. Kriteria Lingkungan
Untuk
pencapaian tingkat polusi dari kondisi saat ini sampai pada tingkat yang tidak
membahayakan dibutuhkan kriteria – kriteria lingkungan dalam bentuk baku mutu
yang disepakati oleh semua negara. Baku mutu tersebut harus senantiasa
mengalami perubahan yang bertahap ke arah kriteria lingkungan yang ideal bagi
kelangsungan hidup yang ada di bumi.
9. Dana Proyek
Dalam
melaksanakan pembangunan yang ramah lingkungan, selayaknya negara maju
memberikan bantuan dana. Bantuan lebih dipriorotaskan kepada negara berkembang
yang melaksanakan pembangunan yang tidak merusak lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemanasan
global dapat dimaknai sebagai suatu proses meningkatnya suhu rata – rata
atmosfer, laut dan daratan. Terjadinya pemanasan global ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu efek rumah kaca, efek umpan balik, dan variasi matahari.
Terjadinya
pemanasan global ini, sangat berpengaruh terhadap lingkungan. Lingkungan adalah
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan
sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora, dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia
seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Pengaruh
dari pemanasan global terhadap lingkungan diantaranya yaitu iklim mulai tidak
stabil, peningkatan peermukaan laut, suhu global cenderung meningkat, gangguan
ekologis, kesehatan manusia, dan hilangnya terumbu karang.
Untuk
itu, pengendalian akan pemanasan global sangatlah penting. Cara
pengendalian pemanasan global yaitu dengan strategi internasional, tanggung
jawab global, meningkatkan partisipasi negara – negara di dunia, dukungan untuk
penelitian, pembangunan yang ramah lingkungan, rehabilitas hutan dan lahan
kritis, persetujuan internasional, kriteria lingkungan, dan dana proyek.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka beberapa saran yang diberikan dalam rangka mengatasi pemanasan
global, yaitu :
1.
Tanamlah dan
peliharalah pepohonan dan tumbuhan di sekitar kita. Hal – hal seperti ini
ternyata sangat berguna bagi lingkungan.
2.
Diharapkan
pemerintah dapat mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan bahan bakar
alternatif yang lebih ramah lingkungan.
3.
Mengurangi
penggunaan lampu di siang hari karena dapat membuat panas Bumi semakin
meningkat.
4.
Jangan menebang
hutan secara sembarangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Azahari.
2007. Pemanasan Global (Global Warming).
Http://my-work-global- warming.blogspot.com/31
Januari 2014.
Gmacks.
2010. Akibat Pemanasan Global. Http://pranaindonesia.
wordpress.com/ pemanasan-global/akibat-pemanasan-global/31 Januari 2014.
Laelidewisasmita.
2012. Unsur – Unsur Lingkungan Hidup.
Http://
laelidewisasm ita.wordpress.com/2012/03/24/unsur-unsur-lingkungan-hidup/31
Januari 2014.
Pratiwi,
Subrata. 2011. Bumi Tempatku Berpijak.
Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan.
Rahmawati,
Herlina. 2008. Bencana Alam dan Masa
Depan Bumi. Jakarta: Nobel Edumedia.
Wikipedia.
2014. Lingkungan. Http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan/31 Januari
2014.
Wikipedia.
2014. Pemanasan Global. Http://id.wikipedia.org/wiki/
Pemanasan_global/31
Januari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar