A. Kebudayaan Bacson – Hoabis
Bacson-Hoabinh adalah nama
tempat di wilayah Vietnam Utara. Kebudayaan Bacson-Hoabinh berlangsung kurang
lebih tahun 10000 sampai 4000 SM. Kebudayaan Bacson-Hoabinh merupakan
kebudayaan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan (meramu). Hasil utama
kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah peralatan batu.
Ciri khas kebudayaan
Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada suatu atau dua sisi permukaan batu.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh juga menghasilkan alat-alat serpih, batu giling, dan
ala-alat dari tulang.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
berkembang di indonesia bersamaan dengan proses migrasi dari masyarakat
pendukung kebudayaan Bacson-Hoabinh ke indonesia. Proses migrasi mengakibatkan
tersebarnya berbagai jenis kebudayaan, seperti Megalitikum, Mesolitikum dan
Neolitikum.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
dalam penyebarannya di indonesia dapat kita temukan di daerah Sumatra, Jawa,
Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
di Pulau Jawa dapat kita temukan di daerah lembah Bengawan Solo. Tokoh yang
meneliti kebudayaan ini adalah van Stein Callenfels. Callenfels menyimpulkan
bahwa pendukung peradaban ini adalah manusia purba jenis Papua Melanesoid. Sedangkan
di Sumatra banyak terdapat di wilayah Medan.
Jenis Papua Melanesoid
diperkirakan masuk ke indonesia pada zaman Holosen. Kelompok bangsa ini pada
awalnya tanggal di Jawa dan Sumatra. Dalam perkembangannya mereka terdesak oleh
bangsa Melayu dan akhirnya pindah ke wilayah timur indonesia.
Ras Papua Melanesoid
mencapai kebudayaan Mesolitikum. Hal ini dilihat dari peralatan terbuat daru
batu yang sudah di asah sebagian. Mereka juga sudah mulai hidup semi sedenter,
dengan tinggal di gua-gua yang dikenal dengan abris sous roche.
Kesimpulan tentang kehidupan mereka yang sudah semi sedenter juga didukung
dengan penemuan samapah dapur yang dikenal dengan kjokkenmoddinger.
Sisa-sisa kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat diuraikan berikut ini :
Kapak Sumatra
Kapak Sumatra (pebble),
disebut Kapak Sumatra karena jenis kapak genggam ini banyak ditemukan di
wilayah Sumatra. Jenis kapak Sumatra dimungkinkan dibawa oleh pendatang dari
Teluk Tonkin, yaitu jenis bangsa Melanesoid. Termasuk dalam garis ini adalah
orang Sakai di Siak, Semang di Malaysia, dan Papua Melanesoid di Irian Barat.
Kapak Pendek (hache
courte)
Kapak pendek sering
dikatakan sebagai alat yang aneh. Alat ini bentuknya kira-kira setengah
lingkaran dan bagian tajamnya terdapat pada bagian lengkung. Alat ini dikatakan
hanya terdapat pada zaman Mesolitikum.
Batu Pipisan (batu
gilingan)
Alat ini di samping untuk
menggiling makanan, dimungkinkan juga untuk menghaluskan cat merah. Warna merah
dimungkinkan terkait dengan kehidupan religius masyarakat pendukungnya, yaitu
sebagai simbol kekuatan dan menambah tenaga hidupnya.
Kapak Protoneolith
Dikatakan protoneolith
karena alat ini masih memiliki ciri Mesolitikum yang kasar. Namun. Bagian
tajamnya sudah dihaluskan dan licin karena melalui proses pengasahan.
B. Kebudayaan Dongson (2000 – 300 SM)
Kebudayaan
Đông Sơn adalah
kebudayaan zaman
Perunggu yang
berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.
Kebudayaan Dongson mulai berkembang di
Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga
berkembang menuju Nusantara yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu
Kebudayaan Dongson secara keseluruhan
dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi.
Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa.
Masyarakat Dongson adalah masyarakat
petani dan peternak yang handal. Mereka terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka agaknya
menetap di pematang-pematang pesisir, terlindung dari bahaya banjir, dalam rumah-rumah panggung besar dengan atap yang
melengkung lebar dan menjulur menaungi emperannya. Selain bertani, masyarakat
Dongson juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan tetapi juga
pelaut yang melayari seluruh Laut China dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang.
Asal mula kebudayaan Dongson
Asal
mula kebudayaan ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia . Asal usulnya
sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang
orang barbar yang muncul di barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Namun
pendapat ini sama halnya dengan pendapat yang mengaitkan Dongsaon dengan kebudayaan Halstatt yang ternyata masih
diragukan kebenarannya.
Penyebaran Kebudayaan
Dongson
Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson,
ternyata juga ditemukan karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan
tersebut di bagian selatan Semenanjung Indochina (Samrong, Battambang di Kamboja) hingga Semenanjung Melayu (Sungai
Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor) hingga Nusantara (Indonesia). dengan
pola hidup nomaden, bermata pencaharian berburu manusia ini menghasilkan budaya
paleolithikum kemudian terjadilah migrasi melanesoid dari teluk tonkin
Kesenian Dongson
Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam,
karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut nampak dari
artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang
sangat rumit sekali. Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian
gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang,
perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari
kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan.
Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa
jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang
bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di
makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.
Peninggalan
Kebudayaan Dongson
1.
Nekara Perunggu
Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti dandang yang
terlungkup atau semacam kerumbung yang berpinggang pada bagian tengah nya dan
bagian atasnya tertutup. Di bagian dinding nekar terdapat berrbagai hiasan,
seperti garis-garis lurusa dan bengkok, pilin-pilin, bintang, rumah, perahu,
dan pemandangan-pemandangan seperti lukisan orang berburu dan orang-orang yang
sedang melakukan upacara tari. Nekara perunggu banyak di temukan di Bali, Pulau
Sengean dekat Sumba, Pulau Selayar, Sumatra, Roti, Leti, Alor (Nusa Tebggara
Timur), dan Kepulauan Kei. Bentuk nekara di Indonesia Timur umumnya lebih besar
di bandingkan nekara yang di temukan di Indonesia Barat, seperti Jawa dan
Sumatra. Orang Alor menyebut jenis nekara yang lebih kecil ukuran nya dengan
nama Moko. Menurut penelitian nekara hanya digunakan pada saat upacara-upacara
ritual.
2.
Bejana Perunggu
Bejana perunggu berbentuk seperti periuk tetapi Langsing dan Gepeng. Bejana di
temukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan Madura. Keduanya memiliki hiasan ukiran
yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin
mirip huruf “j”. Bejana yang di temukan di madura terdapat pula gambar merak
dan rusa dalam Kotak Segi Tiga. Tidak diketahui secara pasti fungsi benda ini.
3.
Arca Perunggu
Bentuk arca (patung) beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang menari,
naik kuda, dan memegang busur panah. Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti
di daerah Bangkina (Riau), Lumajang, Bogor dan Palembang.
4.
Kapak Corong
Kapak sepatu atau kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu yang
bagian atas nya berbentuk corong. Kapak corong di sebut juga kapak sepatu
karena bagian bentuk corong nya dipakai untuk tempat tangkai kayu yang
bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatra
Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan
Daerah sekitar Danau Sentani, Papua.
Jenis kapak corong bermacam-macam. Ada yang kecil dan bersahaja, ada yang besar
dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada yang panjang
suatu sisinya. Kapak corong yang panjang suatu sisinya di sebut candras. Tidak
semua kapak tersebut di gunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga yang di
gunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.
5.
Perhiasan Perunggu
Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk gelang, kalung, anting-anting, dan
cinin. Pada umumnya , barang-barang perhiasan tersebut tidak diberi hiasan
ukiran. Peninggalan ini banyak di temukan, antara lain di Anyer
(Banten),Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah) Gilimanuk (Bali),dan Malelo
(Sumba).
C. Kebudayaan Sa – Hyun
Budaya
Sa-Huynh di Vietnam bagian selatan didukung oleh suatu kelompok penduduk yang
berbahasa Austronesia (Cham) yang diperkirakan berasal dari daerah-daerah di
Kepulauan Indonesia. Tampaknya mereka telah mendiami wilayah ini dari daerah
semenanjung Malaya atau Kalimantan. Munculnya pemukiman ini dapat dilacak dari
keberadaan budaya Sa-Huynh itu sendiri, yang pada 600 SM telah berada pada
bentuknya yang mapan.
Para arkeolog Vietnam berpendapat bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda
arkeologi diduga menjadi bukti cikal bakal budaya ini. Sebelum adanya budaya
Sa-Huynh atau budaya turunannya langsung, daerah Vietnam bagian selatan
sepenuhnya didiami oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cahm
pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India Champa. Kemudian
mereka dikalahkan oleh ekspansi penduduk Vietnam sekarang dan hanya sebagai
kelompok minoritan hingga dewasa ini.
Dari sudut pandang Indonesia, keberadaan orang-orang Cham dekat pusat penemuan
benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah mempunyai arti
yang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan
bahasa Austronesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang
tinggal di Kepulauan Indonesia. Namun hubungan-hubungan yang langsung dengan
pusat-pusat pembuatan benda-benda perunggu di daerah Dong Son sangat terbatas.
Hal ini terbukti dengan penemuan tujuh buah nekara tipe heger I di daerah
selatan Vietnam dari 130 nekara yang berhasil ditemukan hingga menjelang tahun
1990.
Dengan demikian benda-benda perunggu yang tersebar sampai ke wilayah Indonesia
melalui jalur-jalur berikut ini.
1. Melalui jalur darat; yaitu Muangthai dan Malaysia terus ke Kepulauan
Indonesia.
2. Melalui jalur laut; yaitu dengan menyeberangi lautan dan terus tersebar di
daerah Kepulauan Indonesia.
Kebudayaan Sa-Huynh yang diketahui hingga saat sekarang kebanyakan berasal dari
penemuan kubur tempayan (jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar) dan
penguburan ini adalah adat kebiasaan yang mungkin dibawa oleh orang-orang Cham
pertama ke Kepulauan Indonesia. Secara umum, penguburan dalam tempayan bukan
khas budaya Dong Son atau budaya lain yang sezaman di daratan Asia Tenggara dan
diduga merupakan pengaruh yang bersumber dari kebudayaan Cham.
Penemuan-penemuan budaya Sa-Huynh terdapat di kawasan pantai mulai dari Vietnam
Tengah ke selatan sampai ke delta lembah Sungai Mekong. Kebudayaan dalam bentuk
tempayan kubur yang ditemukan di Sa-Huynh termasuk tembikar-tembikar yang
berhasil ditemukan itu memiliki hiasan garis dan bidang-bidang yang diisi
dengan tera tepian karang. Kebudayaan Sa-Huynh ini memiliki banyak kesamaan
tempayan kubur yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat
dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut
“Lingling O) dan sejenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan
kedua ujungnya berhias kepala hewan (kemungkinan anjing) yang ditemukan pada
sejumlah tempat di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.
Kebudayaan Sa-Huynh yang berhasil ditemukan meliputi berbagai alat yang
bertangkai corong seperti sekop, tembilang, dan kapak. Namun ada pula yang
tidak bercorong seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin, dan
gelang bentuk spiral. Sementara itu, teknologi pembuatan peralatan-peralatan
besi yang diperkenalkan ke daerah Sa-Huynh diperkirakan berasal dari Cina.
Peralatan dari besi lebih banyak dipakai dalam kebudayaan Sa-Huynh adalah dari
kebudayaan Dong Son. Benda-benda perunggu yang berhasil ditemukan di daerah
Sa-Huynh berupa berbagai perhiasan, gelang, lonceng, dan bejana kecil. Juga
ditemukan beberapa manik-manik emas yang langka dan kawat perak. Selain itu,
juga ditemukan manik-manik kaca dari batu agate bergaris dan berbagai
manik-manik Camelian (bundar, berbentuk cerutu). Dengan demikian, kebudayaan
Sa-Huynh diperkirakan berlangsung antara tahun 600 SM sampai dengan tahun
Masehi.
D. Pengaruh Kebudayaan India
Menjelang masuknya pengaruh budaya India, kehidupan masyarakat Indonesia
telah memiliki tata kehidupan yang teratur dan memiliki kebudayaan yang cukup
tinggi. Masyarakat Indonesia telah mengenal bercocok tanam, pelayaran dengan
perahu bercadik, penguasaan pengetahuan perbintangan (astronomi) baik untuk
keperluan berlayar maupun bertani.
Pola kehidupan dengan rumah panggung telah dibuatnya bangunan-bangunan dari
batu besar (megalit), telah memiliki kepercayaan animisme dan kepercayaan
dinamisme. Di samping hal tersebut, masyarakat awal Indonesia telah memiliki
masyarakat yang teratur dengan kelompok suku, mengenal pemujaan terhadap toh
nenek moyang, mengenal teknik perundagian dan terkenal sebagai bangsa pelaut
yang ulung.
Dengan demikian, ketika budaya India masuk ke Indonesia pada awal tarikh
masehi melalui hubungan perdagangan, maka dengan mudah masyarakat awal
Indonesia dapat menerima budaya India tersebut.
Pengaruh India dalam perkembangan sejarah Indonesia terlihat cukup besar
dan berhasil masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Buktinya dengan
keberadaan masyarakat Indonesia yang beragama Hindu-Budha dan munculnya
kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh dari India, seperti
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Holing dan lain-lain.
Pengaruh kebudayaan India tumbuh subur di Indonesia, namun unsur budaya
asli Indonesia masih dominan dalam masyarakat. Pengaruh kebudayaan India
tersebut dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem Kasta
Di India, sistem kasta lahir dan berkembang bersamaan dengan munculnya
agama Hindu. Ketika agama dan kebudayaan Hindu mulai berkembang di Indonesia,
sistem kasta tidak berlaku mutlak seperti di India. Masyarakat Hindu Indonesia
mengenal sistem kasta dalam ajaran agamanya, tetapi tidak menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyesuaikan sistem kasta dengan keadaan masyarakat
Indonesia.
2. Bidang Seni
Sampai sekarang para ahli belum dapat menyimpulkan dan menghubungkan dengan
pasti gaya seni bangunan candi di Indonesia dengan di India. Bangunan candi
yang ada di Indonesia sebenarnya bukanlah kebudayaan asli nenek moyang
Indonesia. Bangunan candi ini diadaptasi dari kebudayaan India pada masa
Hindu-Buddha.
Bangunan candi di India berfungsi sebagai tempat pemakaman, sedangkan di
Indonesia berfungsi sebagai tempat pemujaan. Diperkirakan para seniman
Indonesia hanya menggunakan berbagai teori dalam Kitab Silpasastra
(buku petunjuk untuk membuat arca dan bangunan). Jadi, bangsa Indoensia hanya
mengambil unsur kebudayaan India sebagai inspirasinya dan hasilnya tetap
bercorak Indonesia.
3. Adanya Konsep Raja dan Kerajaan
Di Indonesia belum mengenal konsep raja dan kerajaan sebelum kebudayaan
India masuk. Di Indonesia baru mengenal konsep kesukuan dengan wilayah yang
terbatas dan dipimpin seorang kepala suku (primus interpares).
Seorang kepala suku ini dipilih berdasarkan pada kekuatan fisik dan
kekuatan magis yang dimiliki. Setelah kebudayaan India masuk, konsep raja dan
kerajaan mulai dikenal. Hal ini dapat ditelusuri dari munculnya Kerajaan Kutai
di Kalimantan Timur.
Menurut para ahli sejarah Kerajaan Kutai pada mulanya hanya setingkat suku
yang dipimpin oleh kepala suku. Kepala suku dalam hal ini adalah Kudungga.
Kutai mulai tampak menjadi sebuah kerajaan sejak pemerintahan Raja Aswawarman.
Jadi, kebudayaan India cukup berperan dalam lahirnya konsep raja dan kerajaan
di Indonesia.
4. Bahasa
Wujud
akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari penggunaan bahasa sansekerta
yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa sansekerta memperkaya
perbendaharaan bahasa Indonesia. Dan istilah – istilah penting yang menggunakan
bahasa Sansekerta.
5. Bidang Sosial
Dalam
bidang sosial terjadi perubahan – perubahan dalam tata kehidupan sosial
masyarakat. Perubahan itu terjadi sebagai akibat diperkenalkannya sistem kasta
dalam masyarakat. Kasta – kasta itu diantaranya kasta brahmana, kasta ksatria,
kasta waisya, dan kasta sudra.
6. Sistem Pengetahuan
Wujud
akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satu yaitu perhitungan waktu
berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan hindu. Menurut
perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka
dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun Saka 654,
maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M
infonya sgt bermanfaat, saya izin copy untuk bahab tugas
BalasHapusPermainan Sportsbook Paling Lengkap ada di Winning303
BalasHapusSBOSports - iSports - CSports - OSports
Dapatkan odds dan pertandingan paling update di dalamnya...
Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
1. Live Casino
2. Poker
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Sabung Ayam
Menang Berapapun Akan Kami Bayar Bosku...!!
Hubungi Kami di :
Customer Service 24 Jam
WA: +6287785425244