Minggu, 07 Juni 2015

PENGARUH KEBUDAYAAN BACSON-HOABIS, DONGSON, SA-HYUN, DAN INDIA

A. Kebudayaan Bacson – Hoabis

Bacson-Hoabinh adalah nama tempat di wilayah Vietnam Utara. Kebudayaan Bacson-Hoabinh berlangsung kurang lebih tahun 10000 sampai 4000 SM. Kebudayaan Bacson-Hoabinh merupakan kebudayaan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan (meramu). Hasil utama kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah peralatan batu.
Ciri khas kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada suatu atau dua sisi permukaan batu. 

Kebudayaan Bacson-Hoabinh juga menghasilkan alat-alat serpih, batu giling, dan ala-alat dari tulang.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh berkembang di indonesia bersamaan dengan proses migrasi dari masyarakat pendukung kebudayaan Bacson-Hoabinh ke indonesia. Proses migrasi mengakibatkan tersebarnya berbagai jenis kebudayaan, seperti Megalitikum, Mesolitikum dan Neolitikum.

Kebudayaan Bacson-Hoabinh dalam penyebarannya di indonesia dapat kita temukan di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Kebudayaan Bacson-Hoabinh di Pulau Jawa dapat kita temukan di daerah lembah Bengawan Solo. Tokoh yang meneliti kebudayaan ini adalah van Stein Callenfels. Callenfels menyimpulkan bahwa pendukung peradaban ini adalah manusia purba jenis Papua Melanesoid. Sedangkan di Sumatra banyak terdapat di wilayah Medan.

Jenis Papua Melanesoid diperkirakan masuk ke indonesia pada zaman Holosen. Kelompok bangsa ini pada awalnya tanggal di Jawa dan Sumatra. Dalam perkembangannya mereka terdesak oleh bangsa Melayu dan akhirnya pindah ke wilayah timur indonesia.
Ras Papua Melanesoid mencapai kebudayaan Mesolitikum. Hal ini dilihat dari peralatan terbuat daru batu yang sudah di asah sebagian. Mereka juga sudah mulai hidup semi sedenter, dengan tinggal di gua-gua yang dikenal dengan abris sous roche. Kesimpulan tentang kehidupan mereka yang sudah semi sedenter juga didukung dengan penemuan samapah dapur yang dikenal dengan kjokkenmoddinger. Sisa-sisa kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat diuraikan berikut ini :

Kapak Sumatra
Kapak Sumatra (pebble), disebut Kapak Sumatra karena jenis kapak genggam ini banyak ditemukan di wilayah Sumatra. Jenis kapak Sumatra dimungkinkan dibawa oleh pendatang dari Teluk Tonkin, yaitu jenis bangsa Melanesoid. Termasuk dalam garis ini adalah orang Sakai di Siak, Semang di Malaysia, dan Papua Melanesoid di Irian Barat.

Kapak Pendek (hache courte)
Kapak pendek sering dikatakan sebagai alat yang aneh. Alat ini bentuknya kira-kira setengah lingkaran dan bagian tajamnya terdapat pada bagian lengkung. Alat ini dikatakan hanya terdapat pada zaman Mesolitikum.

Batu Pipisan (batu gilingan)
Alat ini di samping untuk menggiling makanan, dimungkinkan juga untuk menghaluskan cat merah. Warna merah dimungkinkan terkait dengan kehidupan religius masyarakat pendukungnya, yaitu sebagai simbol kekuatan dan menambah tenaga hidupnya.

Kapak Protoneolith
Dikatakan protoneolith karena alat ini masih memiliki ciri Mesolitikum yang kasar. Namun. Bagian tajamnya sudah dihaluskan dan licin karena melalui proses pengasahan.


B. Kebudayaan Dongson (2000 – 300 SM)

Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.

Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Nusantara yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu

Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa.

Masyarakat Dongson adalah masyarakat petani dan peternak yang handal. Mereka terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka agaknya menetap di pematang-pematang pesisir, terlindung dari bahaya banjir, dalam rumah-rumah panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur menaungi emperannya. Selain bertani, masyarakat Dongson juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut China dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang.

Asal mula kebudayaan Dongson
Asal mula kebudayaan ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia . Asal usulnya sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang orang barbar yang muncul di barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Namun pendapat ini sama halnya dengan pendapat yang mengaitkan Dongsaon dengan kebudayaan Halstatt yang ternyata masih diragukan kebenarannya.

Penyebaran Kebudayaan Dongson

Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson, ternyata juga ditemukan karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan tersebut di bagian selatan Semenanjung Indochina (Samrong, Battambang di Kamboja) hingga Semenanjung Melayu (Sungai Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor) hingga Nusantara (Indonesia). dengan pola hidup nomaden, bermata pencaharian berburu manusia ini menghasilkan budaya paleolithikum kemudian terjadilah migrasi melanesoid dari teluk tonkin

Kesenian Dongson

Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut nampak dari artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang sangat rumit sekali. Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.

Peninggalan Kebudayaan Dongson
      
      1.      Nekara Perunggu
    Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti dandang yang terlungkup atau semacam kerumbung yang berpinggang pada bagian tengah nya dan bagian atasnya tertutup. Di bagian dinding nekar terdapat berrbagai hiasan, seperti garis-garis lurusa dan bengkok, pilin-pilin, bintang, rumah, perahu, dan pemandangan-pemandangan seperti lukisan orang berburu dan orang-orang yang sedang melakukan upacara tari. Nekara perunggu banyak di temukan di Bali, Pulau Sengean dekat Sumba, Pulau Selayar, Sumatra, Roti, Leti, Alor (Nusa Tebggara Timur), dan Kepulauan Kei. Bentuk nekara di Indonesia Timur umumnya lebih besar di bandingkan nekara yang di temukan di Indonesia Barat, seperti Jawa dan Sumatra. Orang Alor menyebut jenis nekara yang lebih kecil ukuran nya dengan nama Moko. Menurut penelitian nekara hanya digunakan pada saat upacara-upacara ritual.

     
      2.      Bejana Perunggu
      Bejana perunggu berbentuk seperti periuk tetapi Langsing dan Gepeng. Bejana di temukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan Madura. Keduanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin mirip huruf “j”. Bejana yang di temukan di madura terdapat pula gambar merak dan rusa dalam Kotak Segi Tiga. Tidak diketahui secara pasti fungsi benda ini.


      3.      Arca Perunggu
     Bentuk arca (patung) beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda, dan memegang busur panah. Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti di daerah Bangkina (Riau), Lumajang, Bogor dan Palembang.


4.      Kapak Corong
Kapak sepatu atau kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu yang bagian atas nya berbentuk corong. Kapak corong di sebut juga kapak sepatu karena bagian bentuk corong nya dipakai untuk tempat tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan Daerah sekitar Danau Sentani, Papua.
Jenis kapak corong bermacam-macam. Ada yang kecil dan bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada yang panjang suatu sisinya. Kapak corong yang panjang suatu sisinya di sebut candras. Tidak semua kapak tersebut di gunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga yang di gunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.


5.      Perhiasan Perunggu
Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk gelang, kalung, anting-anting, dan cinin. Pada umumnya , barang-barang perhiasan tersebut tidak diberi hiasan ukiran. Peninggalan ini banyak di temukan, antara lain di Anyer (Banten),Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah) Gilimanuk (Bali),dan Malelo (Sumba).

  

C. Kebudayaan Sa – Hyun

Budaya Sa-Huynh di Vietnam bagian selatan didukung oleh suatu kelompok penduduk yang berbahasa Austronesia (Cham) yang diperkirakan berasal dari daerah-daerah di Kepulauan Indonesia. Tampaknya mereka telah mendiami wilayah ini dari daerah semenanjung Malaya atau Kalimantan. Munculnya pemukiman ini dapat dilacak dari keberadaan budaya Sa-Huynh itu sendiri, yang pada 600 SM telah berada pada bentuknya yang mapan.

Para arkeolog Vietnam berpendapat bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda arkeologi diduga menjadi bukti cikal bakal budaya ini. Sebelum adanya budaya Sa-Huynh atau budaya turunannya langsung, daerah Vietnam bagian selatan sepenuhnya didiami oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cahm pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India Champa. Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi penduduk Vietnam sekarang dan hanya sebagai kelompok minoritan hingga dewasa ini.

Dari sudut pandang Indonesia, keberadaan orang-orang Cham dekat pusat penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah mempunyai arti yang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Austronesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang tinggal di Kepulauan Indonesia. Namun hubungan-hubungan yang langsung dengan pusat-pusat pembuatan benda-benda perunggu di daerah Dong Son sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan penemuan tujuh buah nekara tipe heger I di daerah selatan Vietnam dari 130 nekara yang berhasil ditemukan hingga menjelang tahun 1990.

Dengan demikian benda-benda perunggu yang tersebar sampai ke wilayah Indonesia melalui jalur-jalur berikut ini.

1. Melalui jalur darat; yaitu Muangthai dan Malaysia terus ke Kepulauan Indonesia.
2. Melalui jalur laut; yaitu dengan menyeberangi lautan dan terus tersebar di daerah Kepulauan Indonesia.

Kebudayaan Sa-Huynh yang diketahui hingga saat sekarang kebanyakan berasal dari penemuan kubur tempayan (jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar) dan penguburan ini adalah adat kebiasaan yang mungkin dibawa oleh orang-orang Cham pertama ke Kepulauan Indonesia. Secara umum, penguburan dalam tempayan bukan khas budaya Dong Son atau budaya lain yang sezaman di daratan Asia Tenggara dan diduga merupakan pengaruh yang bersumber dari kebudayaan Cham.

Penemuan-penemuan budaya Sa-Huynh terdapat di kawasan pantai mulai dari Vietnam Tengah ke selatan sampai ke delta lembah Sungai Mekong. Kebudayaan dalam bentuk tempayan kubur yang ditemukan di Sa-Huynh termasuk tembikar-tembikar yang berhasil ditemukan itu memiliki hiasan garis dan bidang-bidang yang diisi dengan tera tepian karang. Kebudayaan Sa-Huynh ini memiliki banyak kesamaan tempayan kubur yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut “Lingling O) dan sejenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya berhias kepala hewan (kemungkinan anjing) yang ditemukan pada sejumlah tempat di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.

Kebudayaan Sa-Huynh yang berhasil ditemukan meliputi berbagai alat yang bertangkai corong seperti sekop, tembilang, dan kapak. Namun ada pula yang tidak bercorong seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin, dan gelang bentuk spiral. Sementara itu, teknologi pembuatan peralatan-peralatan besi yang diperkenalkan ke daerah Sa-Huynh diperkirakan berasal dari Cina.

Peralatan dari besi lebih banyak dipakai dalam kebudayaan Sa-Huynh adalah dari kebudayaan Dong Son. Benda-benda perunggu yang berhasil ditemukan di daerah Sa-Huynh berupa berbagai perhiasan, gelang, lonceng, dan bejana kecil. Juga ditemukan beberapa manik-manik emas yang langka dan kawat perak. Selain itu, juga ditemukan manik-manik kaca dari batu agate bergaris dan berbagai manik-manik Camelian (bundar, berbentuk cerutu). Dengan demikian, kebudayaan Sa-Huynh diperkirakan berlangsung antara tahun 600 SM sampai dengan tahun Masehi.




D. Pengaruh Kebudayaan India

Menjelang masuknya pengaruh budaya India, kehidupan masyarakat Indonesia telah memiliki tata kehidupan yang teratur dan memiliki kebudayaan yang cukup tinggi. Masyarakat Indonesia telah mengenal bercocok tanam, pelayaran dengan perahu bercadik, penguasaan pengetahuan perbintangan (astronomi) baik untuk keperluan berlayar maupun bertani.

Pola kehidupan dengan rumah panggung telah dibuatnya bangunan-bangunan dari batu besar (megalit), telah memiliki kepercayaan animisme dan kepercayaan dinamisme. Di samping hal tersebut, masyarakat awal Indonesia telah memiliki masyarakat yang teratur dengan kelompok suku, mengenal pemujaan terhadap toh nenek moyang, mengenal teknik perundagian dan terkenal sebagai bangsa pelaut yang ulung.

Dengan demikian, ketika budaya India masuk ke Indonesia pada awal tarikh masehi melalui hubungan perdagangan, maka dengan mudah masyarakat awal Indonesia dapat menerima budaya India tersebut.

Pengaruh India dalam perkembangan sejarah Indonesia terlihat cukup besar dan berhasil masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Buktinya dengan keberadaan masyarakat Indonesia yang beragama Hindu-Budha dan munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh dari India, seperti Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Holing dan lain-lain.

Pengaruh kebudayaan India tumbuh subur di Indonesia, namun unsur budaya asli Indonesia masih dominan dalam masyarakat. Pengaruh kebudayaan India tersebut dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut :

1. Sistem Kasta
Di India, sistem kasta lahir dan berkembang bersamaan dengan munculnya agama Hindu. Ketika agama dan kebudayaan Hindu mulai berkembang di Indonesia, sistem kasta tidak berlaku mutlak seperti di India. Masyarakat Hindu Indonesia mengenal sistem kasta dalam ajaran agamanya, tetapi tidak menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menyesuaikan sistem kasta dengan keadaan masyarakat Indonesia.

2. Bidang Seni
Sampai sekarang para ahli belum dapat menyimpulkan dan menghubungkan dengan pasti gaya seni bangunan candi di Indonesia dengan di India. Bangunan candi yang ada di Indonesia sebenarnya bukanlah kebudayaan asli nenek moyang Indonesia. Bangunan candi ini diadaptasi dari kebudayaan India pada masa Hindu-Buddha.

Bangunan candi di India berfungsi sebagai tempat pemakaman, sedangkan di Indonesia berfungsi sebagai tempat pemujaan. Diperkirakan para seniman Indonesia hanya menggunakan berbagai teori dalam Kitab Silpasastra (buku petunjuk untuk membuat arca dan bangunan). Jadi, bangsa Indoensia hanya mengambil unsur kebudayaan India sebagai inspirasinya dan hasilnya tetap bercorak Indonesia.

3. Adanya Konsep Raja dan Kerajaan
Di Indonesia belum mengenal konsep raja dan kerajaan sebelum kebudayaan India masuk. Di Indonesia baru mengenal konsep kesukuan dengan wilayah yang terbatas dan dipimpin seorang kepala suku (primus interpares).

Seorang kepala suku ini dipilih berdasarkan pada kekuatan fisik dan kekuatan magis yang dimiliki. Setelah kebudayaan India masuk, konsep raja dan kerajaan mulai dikenal. Hal ini dapat ditelusuri dari munculnya Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.

Menurut para ahli sejarah Kerajaan Kutai pada mulanya hanya setingkat suku yang dipimpin oleh kepala suku. Kepala suku dalam hal ini adalah Kudungga. Kutai mulai tampak menjadi sebuah kerajaan sejak pemerintahan Raja Aswawarman. Jadi, kebudayaan India cukup berperan dalam lahirnya konsep raja dan kerajaan di Indonesia.

4. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Dan istilah – istilah penting yang menggunakan bahasa Sansekerta.  
5. Bidang Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perubahan – perubahan dalam tata kehidupan sosial masyarakat. Perubahan itu terjadi sebagai akibat diperkenalkannya sistem kasta dalam masyarakat. Kasta – kasta itu diantaranya kasta brahmana, kasta ksatria, kasta waisya, dan kasta sudra.

6. Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satu yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun Saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M

2 komentar:

  1. infonya sgt bermanfaat, saya izin copy untuk bahab tugas

    BalasHapus
  2. Permainan Sportsbook Paling Lengkap ada di Winning303
    SBOSports - iSports - CSports - OSports

    Dapatkan odds dan pertandingan paling update di dalamnya...

    Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
    1. Live Casino
    2. Poker
    3. Slot Online
    4. Lottery/Togel
    5. Sabung Ayam

    Menang Berapapun Akan Kami Bayar Bosku...!!

    Hubungi Kami di :
    Customer Service 24 Jam
    WA: +6287785425244

    BalasHapus